flowers

Minggu, 18 November 2012

TERAPI MUSIK UNTUK ANAK AUTIS



Konsep Terapi Musik Penggunaan musik sebagai terapi sebenarnya telah ada sejak zaman kono. Namun terapi musik sendiri berkembangnya di Amerika baru mulai pada abad ke 18, bukti- bukti tentang khasiat musik dalam penyembuhan dapat diketahui dari kitab suci dan tulisan- tulisan peninggalan sejarah dari bangsa Arab,Cina, India, Yunani, dan Romawi (Djohan, 2005). Terapi musik didefinisikan sesuai dengan berbagai kepentingan. National association for music therapy (1960) di Amerika serikat, terapi musik adalah penerapan seni musik secara ilmiah oleh seorang terapis, yang menggunakan musik sebagai sarana untuk mencapai tujuan- tujuan terapis tertentu melalui perubahan perilaku. Wigram (2000) mendefinisikan terapi musik adalah penggunaan musik dalam lingkup klinis, pendidikan, dan social bagi klien atau pasien yang membutuhkan pengobatan, pendidikan atau intervensi pada aspek social dan psikologis. Dalam rumusan the American music therapy association (1997), terapi musik secara spesifik disebut sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan (Amta, 1997). Terapi musik adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang mengunakan musik dan aktvitas musik untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, dan kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik. Terapi musik tediri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam kontek masalah fisik atau mental. Dalam kehidupan sehari-hari, terapi terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, para psikolog akan mendengar dan berbicara dengan klien melalui tahapan konseling yang kadang-kadang perlu disertai terapi, ahli nutrisi akan mengajarkan tentang asupan nutrisi yang tepat, ahli fisioterapi akan memberikan berbagai latihan fisik untuk mengembalikan fungsi otot tertentu. Seorang terapis musik akan menggunakan musik dan aktivitas musik untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya. Kata musik dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda dengan berbagai terapi dalam lingkup psikologi yang justru membantu klien untuk bercerita tentang permasalahan-permasalahannya. Terapi musik adalah terapi yang bersifat non verbal, dengan bantuan musik, pikiran klien dibiarkan untuk mengembara baik untuk mengenang hal-hal yang membahagiakan, membayangkan ketakutan- ketakutan yang dirasakan. Djohan (2003), mencatat bahwa dengan bantuan alat musik,, klien juga didorong untuk berinteraksi, berimprovisasi, mendengarkan atau aktif bermain musik. Peran musik dalam terapi musik tentunya bukan seperti obat yang dapat dengan segera enghilangkan rasa sakit, musik juga tidak dengan segera mengatasi sumber penyakit. dalam kaitannya denagn terapi, perbedaan jenis musik menuntut penggunaan musik yang berbeda pula, misal Djohan (2003). Musik dapat memberikan rangsangan terhadap aspek kognitif Hal yang sama dikemukakan Campbell 2001 dalam bukunya Efek Mozart) mengatakan bahwa musik Barok (Bach, Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Masih banyak lagi jenis-jenis musik lain mulai dari Jazz, New Age,Latin, Pop, lagu-lagu, Gregorian bahkan gamelan yang dapat mempertajam pikiran dan meningkatkan kreativitas. Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan ini makin dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan. Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antar neuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan kognitif. Gordon Shaw (1996) dalam newsweek 1996) mengatakan kecakapan dalam bidang kognitf dilatih sejak kanak-kanak melalui musik. Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas dan kelas eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan kognitif menguat. Musik berhasil merangsang pola dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para anak lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan kognisi (matematika)karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika. Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosialemosional. Daniel Goleman (1995) melalui bukunya yang terkenal Emotional Intelligences (EQ) & Quot, memberikan gambaran spectrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996). Sprinthall dan Sprinthall (1974) dalam Teori Belajar mengemukakan bahwa perkembanga kognitif tidak dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak, harus dapat memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan musik di kelas. Agar terjadi keseimbangan antara belahan otak kiri dan kanan, keajaiban musik dapa tmenyehatkan jiwa, menciptakan kegembiraan sebagai pendekatan belajar untuk mengajarkan berhitung, mengajarkan sopan santun dan lain sebagainya, dengan musik anak dengan berkebutuhan khusus atau tidak, dapat menyalurkan emosinya secara positif sehingga dapat mencegah terjadinya kejenuhan dalam belajar. Campbell 2001 dalam bukunya efek Mozart Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang terdapat pada setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini. Dari beberapa definisi diatas dapat dilihat bahwa terapi musik tidak saja bersifat memperbaiki dan mengatasi sesuatu kekurangan, tetapi juga dapat dijadikan sarana prevensi. 
Dalam makalah yang ditulis oleh Soemarno dan Jenadriyono (2002), disebutkan beberapa fungsi dan tujuan terapi musik. Adapun, musik ditinjau dari berbagi segi, yaitu: 1. Fungsi Musik a. Segi Fungsi Ekspresi Pemberian terapi musik pada anak luar biasa bertujuan agar dapat menimbulkan rangsangan kemauan mengekspresikan dan menyalurkan perasaannya secara lebih bebas. Musik dapat menjadi media bagi seseorang untuk menyalurkan emosi, sosial dan psikologiknya agar ketegangan-ketegangan yang mungkin ada dapat hilang atau berkurang sehingga timbul suasana yang aman dan santai. Fungsi ekspresi pada terapi musik dimaksudkan agar lebih nyata terlihat adanya pencetusan dari apa yang terpendam pada diri seseorang. b. Segi Fungsi Komunikasi Kesenian pada hakekatnya adalah salah satu media komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung antara sesama manusia, manusia dengan tuhannya. Kesenian berfungsi sebagai sarana komunikasi penyampaian hal-hal yang terkandung di dalam diri seseorang kepada objek yang dituju. Begitu pula pada anak luar biasa, mereka mempunyai rasa seni untuk berkomunikasi. Terapi musik diberikan agar seseorang dapat menjadikan musik sebagai media penyalur emosi, social, dan psikologiknya untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat disekitarnya. c. Segi Fungsi Kreatif Setiap individu baik normal ataupun tidak normal mempunyai daya kreasi hanya saja kualitas dan derajatya yang berbeda. Dengan terapi musik diharapkan setelah individu melihat ataupun mendengarkan individu lain bernyanyi dan memainkan alat musik, mereka akan menirukan dan mencoba-coba untuk memainkan atau menyanyikan sebuah lagu. Berdasarkan hal tersebut, setiap individu akan dapat memunculkan daya kreasinya dan keinginannya untuk melakukan sesuatu secara aktif. Sehingga mendorong mereka untuk cenderung berkreasi. d. Segi Fungsi Adaptasi Dengan terapi musik petugas, guru, pelatih dan orang tua dapat mengadaptasi kepada bimbingan-bimbingan lain yang berfungsi sebagai penunjang pelayanan rehabilitas di sekolah maupun di rumah. 2. Tujuan Musik a. Meningkatkan daya konsentrasi anak Pada umumnya konsentrasi anak luar biasa sangat rendah terutama autis dalam menerima pelajaran. Jadi guru atau terapis diharuskan mendemonstrasikan gerakan- gerakan yang menarik, memilih irama yang enak sehingga akan merangsang konsentrasi anak agar dapat ikut terlibat dalam proses belajar. b. Mengembalikan individu yang tertutup ke realitas Dengan mengikuti kegiatan terapi musik anak- anak akan tergugah jiwanya dan terbuka rasa individunya yang sebelumnya tertutup menuju dunia luar. B. Konsep Musik Klasik 1. Sejarah Musik Klasik Zaman Klasik atau Periode Klasik dalam sejarah musik Barat berlangsung selama sebagian besar abad ke-18 sampai dengan awal abad ke-19. Walaupun istilah musik klasik biasanya digunakan untuk menyebut semua jenis musik dalam tradisi ini, istilah tersebut juga digunakan untuk menyebut musik dari zaman tertentu ini dalam tradisi tersebut. Zaman ini biasanya diberi batas antara tahun 1750 dan 1820, namun dengan batasan tersebut terdapat tumpang tindih dengan zaman sebelum dan sesudahnya, sama seperti pada semua batasan zaman musik yang lain. Zaman klasik berada di antara zaman barok dan zaman romantik. Beberapa komponis zaman klasik adalah Joseph Haydn, Muzio Clementi, Johann Ladislaus Dussek, Andrea Luchesi, Antonio Salieri dan Carl Philipp Emanuel Bach, walaupun mungkin komponis yang paling terkenal dari zaman ini adalah Wolfgang Amadeus Mozart dan Ludwig van Beethoven. 2. Macam-Macam Musik Klasik a. Jazz blues Jazz blues merupakan aliran musik yang mengkombinasikan musik Jazz dan Blues .Seperti halnya ragtime blues punya andil dan pengaruh besar pada perkembangan Jazz. Amat expresiv didominasi gaya vokal yang tradisional, lagu blues menampilkan cerita dan emosi dari Afro Amerika diawal abad 20. Blues tidak hanya tipe musik tapi juga bentuk pola pikir dan jalan hidup bagi banyak Afro Amerika diera itu. Rumit dan tersebar luas keseluruh dunia yang pasti amat tidak kaku. Jazzy blues vokalis diakhir 40-an sampai awal 60-an berpadu dengan instrumentalis jazz besar tahun 50-an dan awal 60-an. Perilaku seperti ini terus ditampilkan sampai sekarang dalam kebangkitan seperti oleh Harry Connick Jr., Diana Krall dan Wynton Marsalis. Lagu blues umumnya berisi kalimat dengan lirik 3 baris (three-line stanze). Baris pertama diulangi 2 kali rhytem yang ketiga membentuk bersama yang tadi (bentuk aab). Melody tampil biasanya pada pengembangan chord 12-bar berisikan tiga bangunan chords pertama not keempat dan kelima diskala besarnya. Tiga chords ini ditulis dengan huruf Romawi (I, IV, dan V). Bentuk suara yang nyata dari melody blues ada disebagian besar bagian yang seharusnya menggunakan notasi diluar skala besar pada umumnya disebut "blue notes" . Salah satu tipe awal jazz yang sering melakukan pergerakan repetisi harmoni (sebuah pergerakan chords) berisi 12 bars dengan 44 yang mana di 4 bar pertama amat kuat (chord berdasar pada nada pertama diskala dari tangga nada). Bar 5-8 kurang dominan (chord berdasar pada nada keempat dari skala tangga nada). Bar 9-10 kembali dominan (chord berdasar pada nada kelima dari skalanya). dan bar 11-12 dimainkan dengan kuat lagi. Blues ada dibagian pokok "blue" notes umumnya dinada ketiga dan ketujuh diskalanya. Chords ketujuh sangat umum (chords dengan kekuatan ketiga, dominan dan note ketujuh) sebagaian penggunaan dari belokan pola titik nada. Blues cenderung lebih lambat dan kadang berkharakter sedih. Aslinya blues dimainkan dengan jumlah instrumen yang sedikit sekali. Diwaktu sekarang bisa jadi instrumental lebih banyak. Blues pertama yang dupublikasikan adalah Memphis Blues oleh bapaknya Blues, W.C. Handy. Terminologinya juga merujuk semua lagu yang menerapkan perubahan chord blues 12-bar yang dimainkan dengan gaya jazz dibanding dengan gaya tradisional blues. Musik Blues mempunyai pengaruh besar pada perkembangan jazz dan seperti komposisi "jazz blueses" amat sangat umum di repertoar repertoar jazz. (Dipenambahan pada progresi chord pemusik jazz meminjam banyak alat & teknik dari gaya blues seperti blue note susunan melodi seperti blues dan blues riffs (celahpatahan). Jazz blues akan sering menampilkan sesuatu yang lebih rumit atau dengan kata lain cara memperlakukan harmoni lebih rumit dibandingthan blues tradisional. tapi ciri dasar dari progresi 12-bar standar masih dapat terlihat. Satu cara yang umum digunakan musisi jazz menyempurnakannya melalui penggantian chord sebuah chord diperubahan aslinya dapat digantikan satu atau lebih chords dengan yang serasa atau fungsi tapi yang ditambahkan suatu warna yang lain atau hanya menambahkan saja (jadi secondari gitulah) singkat katanya pergerakan harmoni dalam semua rentang dari semua pergerakan harmoni yang ada . b. Mozart Kekuatan musik mozart menjadi perhatian masyarakat terutama melalui penelitian inovatif di University of California pada awal tahun 1990-an. Di Center for the Neurobiology of Learning and Memory di Irvine, sebuah tim peneliti mulai meninjau sejumlah efek mozart terhadap anak-anak dan mahasiswa. Frences H. Rauscher, Pd.D., serta para koleganya mengadakan sebuah penelitian dimana tiga puluh enam mahasiswa tingkat sarjana dari departemen psikologi mendapatkan nilai delapan hingga sembilan angka lebih tinggi pada tes IQ spasial (bagian dari skala kecerdasan Stanford-Binet) setelah mendengarkan “Sonata for Two in D Major” (K.488) karya mozart selama sepuluh menit. Meskipun efek itu hanya berlangsung sepuluh hingga lima belas menit, tim Rauscher menyimpulkan bahwa hubungan antara musik dengan penalaran ruang (spasial) sedemikian kuat sehingga cukup dengan mendengarkan musik pun mampu membuat perbedaan. Musik mozart “bisa menghangatkan otak”, ungkap Gordon Shaw, seorang fisikawan teoritis dan salah satu peneliti yang termasuk dalam tim tersebut setelah pengumuman hasil-hasil tadi. “Kami menduga bahwa musik yang rumit tersebut memperlancar pola-pola saraf kompleks tertentu yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan otak yang tinggi seperti matematika dan catur. Sebaliknya, musik yang sederhana dan berulang-ulang memiliki efek yang berlawanan (Campbell, 2002: 17). c. Gamelan Gamelan khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung Banyuwangi memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling. Selain itu, gamelan ini juga menggunakan "kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama. Kemudian terdapat "kendhang" yang jumlahnya bisa satu atau dua. Kendhang yang dipakai di Banyuwangi hampir serupa dengan kendhang yang dipakai dalam gamelan Sunda maupun Bali. Fungsinya adalah menjadi komando dalam musik, dan sekaligus memberi efek musical di semua sisi. Alat berikutnya adalah "kethuk". Terbuat dari besi, berjumlah dua buah dan dibuat berbeda ukuran sesuai dengan larasannya. "Kethuk estri" (feminine) adalah yang besar, atau dalam gamelan Jawa disebut Slendro. Sedangkan "kethuk jaler" (maskulin) dilaras lebih tinggi satu kempyung (kwint). Fungsi kethuk disini bukan sekedar sebagai instrumen ‘penguat atau penjaga irama’ seperti halnya pada gamelan Jawa, namun tergabung dengan kluncing untuk mengikuti pola tabuhan kendang. Sedangkan "kempul" atau gong, dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya terdiri dari satu instrumen gong besi. Kadang juga diselingi dengan "saron bali" dan "angklung". Selain Gamelan untuk Gandrung ini, gamelan yang dipakai untuk pertunjukan Angklung Caruk agar berbeda dengan Gandrung, karena ada tambahan angklung bambu yang dilaras sesuai tinggi nadanya. Untuk patrol, semua alat musiknya terbuat dari bambu. Bahkan untuk pertunjukan Janger, digunakan gamelan Bali, dan Rengganis gamelan Jawa lengkap. Sedang khusus kesenian Hadrah Kunthulan, digunakan rebana, beduk, kendhang, biola dan kadang bonang (atau dalam gamelan Bali disebut Reong). B. Terapi Musik pada Autisme Saat ini terapi musik menjadi sebuah pilihan untuk menstimulasi anak- anak penyandang autisme dan bisa dikatakan aktivitas musik mempunyai andil dalam kesuksesan ini, kontribusinya sangat bernilai dalam usaha mengatasi autisme ini. Beberapa penelitian menerangkan bahwa musik pada anak penderita autisme secara umum difokuskan pada hal-hal di bawah ini, yaitu: 1. Pengembangan konsep diri. 2. Memperbaiki dan menumbuhkan koordinasi gerak. 3. Mengurangi perhatian pada putaran. 4. Mengembangkan kesehatan badan. 5. Mengembangkan keterampilan bersosialisasi. 6. Mengembangkan komunikasi verbal dan non verbal. 7. Mengurangi kecemasan, temper tantrum, dan hiperaktif. 8. Menghentikan pola prilaku yang berulang( ritualisme) (Davis, 1999). Adapun beberapa hal, yang menyangkut pentingnya terapi musik bagi anak autis, karena dengan mempertimbangkan atau menyandarkan pada pemahaman tentang berbagai hal, yaitu: 1. Kelainan Autisme Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang artinya diri yang tidak berdaya. Menurut Kamus Lengkap Psikologi J.P Chaplin (2001), ada tiga pengertian autisme: a. Cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri. b. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas. c. Keasyikkan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri. Dalam Pedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi ke III, autisme digolongkan dalam gangguan perkembangan pervasif dengan kode F.84. Gangguan perkembangan pervasif adalah gangguan yang ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik dan dalam pola komunikasi, serta minat dan aktivitas terbatas, stereotipik, berulang yang menunjukkan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi dengan derajat keparahan yang berbeda-beda. Penyebab autisme sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya autisme, yaitu: faktor genetik, faktor hormonal, kelainan pranatal, proses kelahiran yang kurang sempurna, serta penyakit tertentu yang diderita sang ibu ketika mengandung atau melahirkan sehingga menimbulkan gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang mengakibatkan fungsi otak terganggu. Rapin (1991), dalam penelitiannya menemukan bahwa: a. Dua per tiga dari anak autisme mempunyai prognosis yang buruk; tidak dapat mandiri. b. Seperempat dari anak autisme mempunyai prognosis yang sedang; terdapat kemajuan di bidang sosial dan pendidikan, walaupun ada problem perilaku. c. Sepersepuluh dari anak-anak autisme mempunyai prognosis yang baik; mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di sekolah ataupun di tempat kerja. Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme: orangtua yang emosional, kaku, dan obsessif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfir yang secara emosional kurang hangat, bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang sebenarnya tidak menghendaki anak ini. Ini mengakibatkan gejala penarikan diri pada anak dengan autisme 2. Kemampuan Berbahasa Anak Autis Menurut Monks (1999) bahasa merupakan alat komunikasi yang mempunyai fungsi sosial. Berbahasa berasal dari kata bahasa dan ditambah dengan awalan ber yang mengandung arti kata kerja yaitu melakukan. Dalam kamus bahasa Indonesia (Idrus, 1996) bahasa mengandung pengertian dialeg, logat, wacana, system lambing bunyi yang bermakna perkataan, sedangkan perkataan sendiri bermakna sebagai alat komunikasi. Sehingga, berbahasa dapat diartikan sebagai penggunaan dialeg, logat, sistem lambing bunyi yang bermakna sebagai alat untuk berkomunikasi Defisit (kelemahan) dan penyimpangan yang jelas dalam perkembangan bahasa adalah salah satu kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan autisme. Anak autis tidak hanya enggan berbicara dan bukan hanya tidak mempunyai motivasi untuk berbicara akan tetapi lebih dari itu (Kaplan, 1997). Beberapa anak autisme menujukkan hambatan berbahasa seperti membisu, membeo (echolalia/babling), berbicara dengan suku kata yang tidak mempunyai arti dan berbicara dengan menarik tangan (suara pembaharuan, 2003). Hal ini diperkuat oleh sebagian besar peneliti yang mendapatkan bahwa separuh dari anak autisme tidak mampu menggunakan kemampuan berbahasanya (Rutter, 1978, 1994 dalam Barlow, 2002). Anak autisme memiliki karakteristik dalam berinteraksi, antara lain (Wing 1976, dalam Davis, 1999): a. Kurang bisa menirukan lingkungan sekitarnya. b. Kegagalan untuk menggunakan kata dalam kalimat. c. Penggunaan kata yang terbalik- balik. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasi merupakan aspek vital pada kehidupan manusia yang digunakan dalam berbagai ragam segi yaitu bahasa verbal, bahasa tulisan, bahasa kode, bahasa braile, bahasa sentuhan, dan bahas ekspresi wajah (Endang, 2002). Gangguan bahasa dan komunikasi pada anak autisme sebenarnya dapat dideteksi pada usia- usia dini. D. Musik dalam Pandangan Islam Masyarakat kaum Muslimīn dewasa ini umumnya menghadapi kesenian sebagai suatu masalah hingga timbul berbagai pertanyaan, bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini, boleh, makrūh atau harām? Di samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak, mereka juga telah terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut telah menjadi bagian dari gaya hidup mereka dan bukan hanya bagi yang berdomisilli (bertempat kediaman tetap; bertempat kediaman resmi) di kota. Umat kita yang berada di desa dan di kampung pun telah terasuki (penetrate, possess). Media elektronika seperti radio, kaset, televisi dan video telah menyerbu pedesaan. Media ini telah lama mempengaruhi kehidupan anak-anak mudanya. Kehidupan di kota bahkan lebih buruk lagi. Tempat-tempat hiburan (ma‘shiat) seperti "night club", bioskop dan panggung pertunjukkan jumlahnya sangat banyak dan telah mewarnai kehidupan pemuda-pemudanya. Sering kita melihat anak-anak muda berkumpul di rumah teman-temannya. Mereka mencari kesenangan dengan bernyanyi, menari bersama sambil berjoget tanpa mempedulikan lagi hukum halāl-harām. Banyak di antara mereka yang berpikir bahwa hidup itu hanya untuk bersenang-senang, jatuh cinta, pacaran, dan lain-lain. Semua keadaan di atas, terjadi dan berawal dari kejatuhan seni budaya dan peradaban Islam. Kita dapat menyaksikan sendiri, seni dan budaya kita telah digantikan dan tergeser (shifted, moved, removed) oleh seni budaya dan peradaban produk Barat yang notabennya (perhatiannya) menekankan kehidupan yang bebas tanpa ikatan agama apapun. Cabang seni yang paling dipermasalahkan adalah nyanyian, musik dan tarian. Ketiga bidang itu telah menjadi bagian yang penting dalam kehidupan modern sekarang ini karena semua cabang seni ini dirasakan langsung telah merusak akhlak dan nilai-nilai ke-Islāman (Abd-ur-Rahmān, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar