Konsep Terapi Musik Penggunaan musik
sebagai terapi sebenarnya telah ada sejak zaman kono. Namun terapi
musik sendiri berkembangnya di Amerika baru mulai pada abad ke 18,
bukti- bukti tentang khasiat musik dalam penyembuhan dapat diketahui
dari kitab suci dan tulisan- tulisan peninggalan sejarah dari bangsa
Arab,Cina, India, Yunani, dan Romawi (Djohan, 2005). Terapi musik
didefinisikan sesuai dengan berbagai kepentingan. National association
for music therapy (1960) di Amerika serikat, terapi musik adalah
penerapan seni musik secara ilmiah oleh seorang terapis, yang
menggunakan musik sebagai sarana untuk mencapai tujuan- tujuan terapis
tertentu melalui perubahan perilaku. Wigram (2000) mendefinisikan
terapi musik adalah penggunaan musik dalam lingkup klinis, pendidikan,
dan social bagi klien atau pasien yang membutuhkan pengobatan,
pendidikan atau intervensi pada aspek social dan psikologis. Dalam
rumusan the American music therapy association (1997), terapi musik
secara spesifik disebut sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan (Amta,
1997). Terapi musik adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang
mengunakan musik dan aktvitas musik untuk mengatasi berbagai masalah
dalam aspek fisik, psikologis, dan kebutuhan sosial individu yang
mengalami cacat fisik. Terapi musik tediri dari dua kata yaitu terapi
dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang
untuk membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan
dalam kontek masalah fisik atau mental. Dalam kehidupan sehari-hari,
terapi terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, para psikolog akan
mendengar dan berbicara dengan klien melalui tahapan konseling yang
kadang-kadang perlu disertai terapi, ahli nutrisi akan mengajarkan
tentang asupan nutrisi yang tepat, ahli fisioterapi akan memberikan
berbagai latihan fisik untuk mengembalikan fungsi otot tertentu. Seorang
terapis musik akan menggunakan musik dan aktivitas musik untuk
memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya. Kata musik dalam
terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara
khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda dengan berbagai terapi dalam
lingkup psikologi yang justru membantu klien untuk bercerita tentang
permasalahan-permasalahannya. Terapi musik adalah terapi yang bersifat
non verbal, dengan bantuan musik, pikiran klien dibiarkan untuk
mengembara baik untuk mengenang hal-hal yang membahagiakan, membayangkan
ketakutan- ketakutan yang dirasakan. Djohan (2003), mencatat bahwa
dengan bantuan alat musik,, klien juga didorong untuk berinteraksi,
berimprovisasi, mendengarkan atau aktif bermain musik. Peran musik
dalam terapi musik tentunya bukan seperti obat yang dapat dengan segera
enghilangkan rasa sakit, musik juga tidak dengan segera mengatasi sumber
penyakit. dalam kaitannya denagn terapi, perbedaan jenis musik menuntut
penggunaan musik yang berbeda pula, misal Djohan (2003). Musik dapat
memberikan rangsangan terhadap aspek kognitif Hal yang sama dikemukakan
Campbell 2001 dalam bukunya Efek Mozart) mengatakan bahwa musik Barok
(Bach, Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang merangsang
pikiran dalam belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki
konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Masih banyak lagi jenis-jenis
musik lain mulai dari Jazz, New Age,Latin, Pop, lagu-lagu, Gregorian
bahkan gamelan yang dapat mempertajam pikiran dan meningkatkan
kreativitas. Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan ini makin
dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik.
Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi
untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak
mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan yang merupakan
keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan. Hasil penelitian Herry
Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel
kondiktor pada saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit
jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara
mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri
dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan
semakin kompleks jalinan antar neuron itu. Itulah sebenarnya dasar
adanya kemampuan kognitif. Gordon Shaw (1996) dalam newsweek 1996)
mengatakan kecakapan dalam bidang kognitf dilatih sejak kanak-kanak
melalui musik. Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu
kelas dan kelas eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit
pengatur kemampuan kognitif menguat. Musik berhasil merangsang pola dan
menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Didukung
pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil
penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para anak lebih
pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang
dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan kognisi
(matematika)karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu
ketukan dalam musik dan angka dalam matematika. Idealnya seseorang
dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan
sosialemosional. Daniel Goleman (1995) melalui bukunya yang terkenal
Emotional Intelligences (EQ) & Quot, memberikan gambaran spectrum
kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing
namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli,
perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan
musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996). Sprinthall dan
Sprinthall (1974) dalam Teori Belajar mengemukakan bahwa perkembanga
kognitif tidak dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum
yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak, harus dapat
memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan
musik di kelas. Agar terjadi keseimbangan antara belahan otak kiri dan
kanan, keajaiban musik dapa tmenyehatkan jiwa, menciptakan kegembiraan
sebagai pendekatan belajar untuk mengajarkan berhitung, mengajarkan
sopan santun dan lain sebagainya, dengan musik anak dengan berkebutuhan
khusus atau tidak, dapat menyalurkan emosinya secara positif sehingga
dapat mencegah terjadinya kejenuhan dalam belajar. Campbell 2001 dalam
bukunya efek Mozart Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk
komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi yang
merupakan suatu pengalaman subjektif yang terdapat pada setiap manusia.
Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari
interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan
perkembangannya melalui musik sejak masa dini. Dari beberapa definisi
diatas dapat dilihat bahwa terapi musik tidak saja bersifat memperbaiki
dan mengatasi sesuatu kekurangan, tetapi juga dapat dijadikan sarana
prevensi.
Dalam makalah yang ditulis oleh
Soemarno dan Jenadriyono (2002), disebutkan beberapa fungsi dan tujuan
terapi musik. Adapun, musik ditinjau dari berbagi segi, yaitu: 1.
Fungsi Musik a. Segi Fungsi Ekspresi Pemberian terapi musik pada anak
luar biasa bertujuan agar dapat menimbulkan rangsangan kemauan
mengekspresikan dan menyalurkan perasaannya secara lebih bebas. Musik
dapat menjadi media bagi seseorang untuk menyalurkan emosi, sosial dan
psikologiknya agar ketegangan-ketegangan yang mungkin ada dapat hilang
atau berkurang sehingga timbul suasana yang aman dan santai. Fungsi
ekspresi pada terapi musik dimaksudkan agar lebih nyata terlihat adanya
pencetusan dari apa yang terpendam pada diri seseorang. b. Segi Fungsi
Komunikasi Kesenian pada hakekatnya adalah salah satu media komunikasi
baik secara langsung maupun tidak langsung antara sesama manusia,
manusia dengan tuhannya. Kesenian berfungsi sebagai sarana komunikasi
penyampaian hal-hal yang terkandung di dalam diri seseorang kepada objek
yang dituju. Begitu pula pada anak luar biasa, mereka mempunyai rasa
seni untuk berkomunikasi. Terapi musik diberikan agar seseorang dapat
menjadikan musik sebagai media penyalur emosi, social, dan psikologiknya
untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat disekitarnya. c. Segi
Fungsi Kreatif Setiap individu baik normal ataupun tidak normal
mempunyai daya kreasi hanya saja kualitas dan derajatya yang berbeda.
Dengan terapi musik diharapkan setelah individu melihat ataupun
mendengarkan individu lain bernyanyi dan memainkan alat musik, mereka
akan menirukan dan mencoba-coba untuk memainkan atau menyanyikan sebuah
lagu. Berdasarkan hal tersebut, setiap individu akan dapat memunculkan
daya kreasinya dan keinginannya untuk melakukan sesuatu secara aktif.
Sehingga mendorong mereka untuk cenderung berkreasi. d. Segi Fungsi
Adaptasi Dengan terapi musik petugas, guru, pelatih dan orang tua dapat
mengadaptasi kepada bimbingan-bimbingan lain yang berfungsi sebagai
penunjang pelayanan rehabilitas di sekolah maupun di rumah. 2. Tujuan
Musik a. Meningkatkan daya konsentrasi anak Pada umumnya konsentrasi
anak luar biasa sangat rendah terutama autis dalam menerima pelajaran.
Jadi guru atau terapis diharuskan mendemonstrasikan gerakan- gerakan
yang menarik, memilih irama yang enak sehingga akan merangsang
konsentrasi anak agar dapat ikut terlibat dalam proses belajar. b.
Mengembalikan individu yang tertutup ke realitas Dengan mengikuti
kegiatan terapi musik anak- anak akan tergugah jiwanya dan terbuka rasa
individunya yang sebelumnya tertutup menuju dunia luar. B. Konsep Musik
Klasik 1. Sejarah Musik Klasik Zaman Klasik atau Periode Klasik dalam
sejarah musik Barat berlangsung selama sebagian besar abad ke-18 sampai
dengan awal abad ke-19. Walaupun istilah musik klasik biasanya
digunakan untuk menyebut semua jenis musik dalam tradisi ini, istilah
tersebut juga digunakan untuk menyebut musik dari zaman tertentu ini
dalam tradisi tersebut. Zaman ini biasanya diberi batas antara tahun
1750 dan 1820, namun dengan batasan tersebut terdapat tumpang tindih
dengan zaman sebelum dan sesudahnya, sama seperti pada semua batasan
zaman musik yang lain. Zaman klasik berada di antara zaman barok dan
zaman romantik. Beberapa komponis zaman klasik adalah Joseph Haydn,
Muzio Clementi, Johann Ladislaus Dussek, Andrea Luchesi, Antonio Salieri
dan Carl Philipp Emanuel Bach, walaupun mungkin komponis yang paling
terkenal dari zaman ini adalah Wolfgang Amadeus Mozart dan Ludwig van
Beethoven. 2. Macam-Macam Musik Klasik a. Jazz blues Jazz blues
merupakan aliran musik yang mengkombinasikan musik Jazz dan Blues
.Seperti halnya ragtime blues punya andil dan pengaruh besar pada
perkembangan Jazz. Amat expresiv didominasi gaya vokal yang tradisional,
lagu blues menampilkan cerita dan emosi dari Afro Amerika diawal abad
20. Blues tidak hanya tipe musik tapi juga bentuk pola pikir dan jalan
hidup bagi banyak Afro Amerika diera itu. Rumit dan tersebar luas
keseluruh dunia yang pasti amat tidak kaku. Jazzy blues vokalis diakhir
40-an sampai awal 60-an berpadu dengan instrumentalis jazz besar tahun
50-an dan awal 60-an. Perilaku seperti ini terus ditampilkan sampai
sekarang dalam kebangkitan seperti oleh Harry Connick Jr., Diana Krall
dan Wynton Marsalis. Lagu blues umumnya berisi kalimat dengan lirik 3
baris (three-line stanze). Baris pertama diulangi 2 kali rhytem yang
ketiga membentuk bersama yang tadi (bentuk aab). Melody tampil biasanya
pada pengembangan chord 12-bar berisikan tiga bangunan chords pertama
not keempat dan kelima diskala besarnya. Tiga chords ini ditulis dengan
huruf Romawi (I, IV, dan V). Bentuk suara yang nyata dari melody blues
ada disebagian besar bagian yang seharusnya menggunakan notasi diluar
skala besar pada umumnya disebut "blue notes" . Salah satu tipe awal
jazz yang sering melakukan pergerakan repetisi harmoni (sebuah
pergerakan chords) berisi 12 bars dengan 44 yang mana di 4 bar pertama
amat kuat (chord berdasar pada nada pertama diskala dari tangga nada).
Bar 5-8 kurang dominan (chord berdasar pada nada keempat dari skala
tangga nada). Bar 9-10 kembali dominan (chord berdasar pada nada kelima
dari skalanya). dan bar 11-12 dimainkan dengan kuat lagi. Blues ada
dibagian pokok "blue" notes umumnya dinada ketiga dan ketujuh
diskalanya. Chords ketujuh sangat umum (chords dengan kekuatan ketiga,
dominan dan note ketujuh) sebagaian penggunaan dari belokan pola titik
nada. Blues cenderung lebih lambat dan kadang berkharakter sedih.
Aslinya blues dimainkan dengan jumlah instrumen yang sedikit sekali.
Diwaktu sekarang bisa jadi instrumental lebih banyak. Blues pertama yang
dupublikasikan adalah Memphis Blues oleh bapaknya Blues, W.C. Handy.
Terminologinya juga merujuk semua lagu yang menerapkan perubahan chord
blues 12-bar yang dimainkan dengan gaya jazz dibanding dengan gaya
tradisional blues. Musik Blues mempunyai pengaruh besar pada
perkembangan jazz dan seperti komposisi "jazz blueses" amat sangat umum
di repertoar repertoar jazz. (Dipenambahan pada progresi chord pemusik
jazz meminjam banyak alat & teknik dari gaya blues seperti blue note
susunan melodi seperti blues dan blues riffs (celahpatahan). Jazz blues
akan sering menampilkan sesuatu yang lebih rumit atau dengan kata lain
cara memperlakukan harmoni lebih rumit dibandingthan blues tradisional.
tapi ciri dasar dari progresi 12-bar standar masih dapat terlihat. Satu
cara yang umum digunakan musisi jazz menyempurnakannya melalui
penggantian chord sebuah chord diperubahan aslinya dapat digantikan satu
atau lebih chords dengan yang serasa atau fungsi tapi yang ditambahkan
suatu warna yang lain atau hanya menambahkan saja (jadi secondari
gitulah) singkat katanya pergerakan harmoni dalam semua rentang dari
semua pergerakan harmoni yang ada . b. Mozart Kekuatan musik mozart
menjadi perhatian masyarakat terutama melalui penelitian inovatif di
University of California pada awal tahun 1990-an. Di Center for the
Neurobiology of Learning and Memory di Irvine, sebuah tim peneliti mulai
meninjau sejumlah efek mozart terhadap anak-anak dan mahasiswa. Frences
H. Rauscher, Pd.D., serta para koleganya mengadakan sebuah penelitian
dimana tiga puluh enam mahasiswa tingkat sarjana dari departemen
psikologi mendapatkan nilai delapan hingga sembilan angka lebih tinggi
pada tes IQ spasial (bagian dari skala kecerdasan Stanford-Binet)
setelah mendengarkan “Sonata for Two in D Major” (K.488) karya mozart
selama sepuluh menit. Meskipun efek itu hanya berlangsung sepuluh
hingga lima belas menit, tim Rauscher menyimpulkan bahwa hubungan antara
musik dengan penalaran ruang (spasial) sedemikian kuat sehingga cukup
dengan mendengarkan musik pun mampu membuat perbedaan. Musik mozart
“bisa menghangatkan otak”, ungkap Gordon Shaw, seorang fisikawan
teoritis dan salah satu peneliti yang termasuk dalam tim tersebut
setelah pengumuman hasil-hasil tadi. “Kami menduga bahwa musik yang
rumit tersebut memperlancar pola-pola saraf kompleks tertentu yang
terlibat dalam kegiatan-kegiatan otak yang tinggi seperti matematika dan
catur. Sebaliknya, musik yang sederhana dan berulang-ulang memiliki
efek yang berlawanan (Campbell, 2002: 17). c. Gamelan Gamelan
khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung Banyuwangi memiliki kekhasan
dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus
atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang
Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi
dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan
biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang
tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat
yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling
karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin
dikeluarkan oleh suling. Selain itu, gamelan ini juga menggunakan
"kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat
dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan
yang sama. Kemudian terdapat "kendhang" yang jumlahnya bisa satu atau
dua. Kendhang yang dipakai di Banyuwangi hampir serupa dengan kendhang
yang dipakai dalam gamelan Sunda maupun Bali. Fungsinya adalah menjadi
komando dalam musik, dan sekaligus memberi efek musical di semua sisi.
Alat berikutnya adalah "kethuk". Terbuat dari besi, berjumlah dua buah
dan dibuat berbeda ukuran sesuai dengan larasannya. "Kethuk estri"
(feminine) adalah yang besar, atau dalam gamelan Jawa disebut Slendro.
Sedangkan "kethuk jaler" (maskulin) dilaras lebih tinggi satu kempyung
(kwint). Fungsi kethuk disini bukan sekedar sebagai instrumen ‘penguat
atau penjaga irama’ seperti halnya pada gamelan Jawa, namun tergabung
dengan kluncing untuk mengikuti pola tabuhan kendang. Sedangkan
"kempul" atau gong, dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya
terdiri dari satu instrumen gong besi. Kadang juga diselingi dengan
"saron bali" dan "angklung". Selain Gamelan untuk Gandrung ini, gamelan
yang dipakai untuk pertunjukan Angklung Caruk agar berbeda dengan
Gandrung, karena ada tambahan angklung bambu yang dilaras sesuai tinggi
nadanya. Untuk patrol, semua alat musiknya terbuat dari bambu. Bahkan
untuk pertunjukan Janger, digunakan gamelan Bali, dan Rengganis gamelan
Jawa lengkap. Sedang khusus kesenian Hadrah Kunthulan, digunakan rebana,
beduk, kendhang, biola dan kadang bonang (atau dalam gamelan Bali
disebut Reong). B. Terapi Musik pada Autisme Saat ini terapi musik
menjadi sebuah pilihan untuk menstimulasi anak- anak penyandang autisme
dan bisa dikatakan aktivitas musik mempunyai andil dalam kesuksesan ini,
kontribusinya sangat bernilai dalam usaha mengatasi autisme ini.
Beberapa penelitian menerangkan bahwa musik pada anak penderita autisme
secara umum difokuskan pada hal-hal di bawah ini, yaitu: 1.
Pengembangan konsep diri. 2. Memperbaiki dan menumbuhkan koordinasi
gerak. 3. Mengurangi perhatian pada putaran. 4. Mengembangkan
kesehatan badan. 5. Mengembangkan keterampilan bersosialisasi. 6.
Mengembangkan komunikasi verbal dan non verbal. 7. Mengurangi
kecemasan, temper tantrum, dan hiperaktif. 8. Menghentikan pola
prilaku yang berulang( ritualisme) (Davis, 1999). Adapun beberapa hal,
yang menyangkut pentingnya terapi musik bagi anak autis, karena dengan
mempertimbangkan atau menyandarkan pada pemahaman tentang berbagai hal,
yaitu: 1. Kelainan Autisme Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu
autos yang artinya diri yang tidak berdaya. Menurut Kamus Lengkap
Psikologi J.P Chaplin (2001), ada tiga pengertian autisme: a. Cara
berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.
b. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan
menolak realitas. c. Keasyikkan ekstrim dengan pikiran dan fantasi
sendiri. Dalam Pedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi ke
III, autisme digolongkan dalam gangguan perkembangan pervasif dengan
kode F.84. Gangguan perkembangan pervasif adalah gangguan yang ditandai
dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik dan
dalam pola komunikasi, serta minat dan aktivitas terbatas, stereotipik,
berulang yang menunjukkan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi
individu dalam semua situasi dengan derajat keparahan yang berbeda-beda.
Penyebab autisme sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya
autisme, yaitu: faktor genetik, faktor hormonal, kelainan pranatal,
proses kelahiran yang kurang sempurna, serta penyakit tertentu yang
diderita sang ibu ketika mengandung atau melahirkan sehingga menimbulkan
gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang mengakibatkan
fungsi otak terganggu. Rapin (1991), dalam penelitiannya menemukan
bahwa: a. Dua per tiga dari anak autisme mempunyai prognosis yang
buruk; tidak dapat mandiri. b. Seperempat dari anak autisme mempunyai
prognosis yang sedang; terdapat kemajuan di bidang sosial dan
pendidikan, walaupun ada problem perilaku. c. Sepersepuluh dari
anak-anak autisme mempunyai prognosis yang baik; mempunyai kehidupan
sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di
sekolah ataupun di tempat kerja. Kanner mempertimbangkan adanya
pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme: orangtua yang emosional,
kaku, dan obsessif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfir yang
secara emosional kurang hangat, bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan
adanya trauma pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari
dari ibu, yang sebenarnya tidak menghendaki anak ini. Ini mengakibatkan
gejala penarikan diri pada anak dengan autisme 2. Kemampuan Berbahasa
Anak Autis Menurut Monks (1999) bahasa merupakan alat komunikasi yang
mempunyai fungsi sosial. Berbahasa berasal dari kata bahasa dan ditambah
dengan awalan ber yang mengandung arti kata kerja yaitu melakukan.
Dalam kamus bahasa Indonesia (Idrus, 1996) bahasa mengandung pengertian
dialeg, logat, wacana, system lambing bunyi yang bermakna perkataan,
sedangkan perkataan sendiri bermakna sebagai alat komunikasi. Sehingga,
berbahasa dapat diartikan sebagai penggunaan dialeg, logat, sistem
lambing bunyi yang bermakna sebagai alat untuk berkomunikasi Defisit
(kelemahan) dan penyimpangan yang jelas dalam perkembangan bahasa adalah
salah satu kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan autisme. Anak
autis tidak hanya enggan berbicara dan bukan hanya tidak mempunyai
motivasi untuk berbicara akan tetapi lebih dari itu (Kaplan, 1997).
Beberapa anak autisme menujukkan hambatan berbahasa seperti membisu,
membeo (echolalia/babling), berbicara dengan suku kata yang tidak
mempunyai arti dan berbicara dengan menarik tangan (suara pembaharuan,
2003). Hal ini diperkuat oleh sebagian besar peneliti yang mendapatkan
bahwa separuh dari anak autisme tidak mampu menggunakan kemampuan
berbahasanya (Rutter, 1978, 1994 dalam Barlow, 2002). Anak autisme
memiliki karakteristik dalam berinteraksi, antara lain (Wing 1976, dalam
Davis, 1999): a. Kurang bisa menirukan lingkungan sekitarnya. b.
Kegagalan untuk menggunakan kata dalam kalimat. c. Penggunaan kata yang
terbalik- balik. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasi merupakan aspek
vital pada kehidupan manusia yang digunakan dalam berbagai ragam segi
yaitu bahasa verbal, bahasa tulisan, bahasa kode, bahasa braile, bahasa
sentuhan, dan bahas ekspresi wajah (Endang, 2002). Gangguan bahasa dan
komunikasi pada anak autisme sebenarnya dapat dideteksi pada usia- usia
dini. D. Musik dalam Pandangan Islam Masyarakat kaum Muslimīn dewasa
ini umumnya menghadapi kesenian sebagai suatu masalah hingga timbul
berbagai pertanyaan, bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini,
boleh, makrūh atau harām? Di samping itu dalam praktek kehidupan
sehari-hari, sadar atau tidak, mereka juga telah terlibat dengan masalah
seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut telah menjadi bagian dari
gaya hidup mereka dan bukan hanya bagi yang berdomisilli (bertempat
kediaman tetap; bertempat kediaman resmi) di kota. Umat kita yang berada
di desa dan di kampung pun telah terasuki (penetrate, possess). Media
elektronika seperti radio, kaset, televisi dan video telah menyerbu
pedesaan. Media ini telah lama mempengaruhi kehidupan anak-anak mudanya.
Kehidupan di kota bahkan lebih buruk lagi. Tempat-tempat hiburan
(ma‘shiat) seperti "night club", bioskop dan panggung pertunjukkan
jumlahnya sangat banyak dan telah mewarnai kehidupan pemuda-pemudanya.
Sering kita melihat anak-anak muda berkumpul di rumah teman-temannya.
Mereka mencari kesenangan dengan bernyanyi, menari bersama sambil
berjoget tanpa mempedulikan lagi hukum halāl-harām. Banyak di antara
mereka yang berpikir bahwa hidup itu hanya untuk bersenang-senang, jatuh
cinta, pacaran, dan lain-lain. Semua keadaan di atas, terjadi dan
berawal dari kejatuhan seni budaya dan peradaban Islam. Kita dapat
menyaksikan sendiri, seni dan budaya kita telah digantikan dan tergeser
(shifted, moved, removed) oleh seni budaya dan peradaban produk Barat
yang notabennya (perhatiannya) menekankan kehidupan yang bebas tanpa
ikatan agama apapun. Cabang seni yang paling dipermasalahkan adalah
nyanyian, musik dan tarian. Ketiga bidang itu telah menjadi bagian yang
penting dalam kehidupan modern sekarang ini karena semua cabang seni ini
dirasakan langsung telah merusak akhlak dan nilai-nilai ke-Islāman
(Abd-ur-Rahmān, 2007).